Ikubaru's Blogzia-Akhir-Akhir ini publik Indonesia dihebohkan dengan wacana pelarangan sejumlah kartun yang dinilai tidak mendidik bagi anak-anak. Wacana pelarangan ini pun menimbulkan Pro dan Kontra dikalangan masyarakat. Ada yang berpendapat pelarangan ini akan menimbulkan dampak buruk bagi generasi cilik Indonesia. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan menjamurnya Sinetron-sinetron yang memiliki banyak adegan yang tidak pantas ditonton oleh anak-anak.
Disisi lain ada juga yang pro terhadap wacana ini. Mereka yang pro didasarkan pada adegan dalam kartun tersebut seperti memukul, berkelahi, menggunakan benda-benda untuk memukul anggota badan, menampilkan wanita-wanita seksi dalam adegannya. Mereka berpendapat adegan-adegan tersebut tidak pantan untuk ditonton oleh anak-anak.
Adapun menurut Komisi Penyiaran Indonesia Kartun-kartun yang diwacanakan untuk dihentikan ialah seperti Bima Sakti, Tom and Jerry, dan Little Khrisna. Adapun untuk kartun Sponge Bob Squarepants dan Crayon Shinchan masuk dalam kategori hati-hati.
PELARANGAN ANIME PADA ERA KEEMASAN
Melihat dari fenomena ini memang pelarangan kartun ini sudah ada dari masa keemasan kartun di era 2000'an. Pelarangan ini memang banyak didasarkan oleh faktor-faktor ketidakpantasan adegan dalam kartun tersebut. Mungkin bagi anak-anak yang sering nonton anime pada zaman 2000'an akrab dengan serial anime Ghost at School.
Dalam serial Ghost at School saja ada beberapa adegan yang dianggap pornografi baik dalam adegan terjun kesungai yang memperlihatkan celana dalam maupun dari segi lisannya yang menyebutkan mengintip seorang teman wanita (lihat pada episode 1). Lagi-lagi melanggar aturan KPI.
Selain itu juga, anak-anak di era 2000'an juga akrab dengan serial anime ONE PIECE. Di serial ini Nami digambarkan sebagai sosok seorang navigator dan pencuri yang dapat mengenali dan menganalisa perubahan sekecil apapun tentang cuaca. Namun pakaian Nami dinilai terlalu seksi sehingga bisa dikategorikan melanggar. Padahal serial anime ini menyedot perhatian banyak anak-anak Indonesia.
Yang perlu dicermati dari serial anime yang "dianggap" melanggar di era 2000an ialah mengapa anak-anak pada zaman itu tidak terpengaruh akan berbagai macam adegan-adegan yang "dianggap tidak pantas ditampilkan. Hal ini tidak terlepas dari 3 hal, yakni BELUM BERKEMBANGNYA GADGET DAN SMARTPHONE, POLA KRITIS DAN KEIGINTAHUAN ANAK, dan POLA ASUH ORANG TUA.
BELUM BERKEMBANGNYA GADGET DAN SMARTPHONE
Pada zaman keemasan anime dahulu memang Teknologi Komunikasi belum berkembang seperti sekarang. Anak-anak pada masa itu tentu belum mengenal gadget atau smartphone seperti anak sekarang. Hal ini membaut anak-anak zaman dahulu tidak terpaku pada smartphone-nya. Dari smartphone ini banyak hal yang dapat dilakukan salah satunya menonton kartun. Mereka masih mempunyai waktu bermain bersama teman sebayanya. Sehingga efek buruk dari adegan buruk dapat diminimalisir.
POLA KRITIS DAN KEIGINTAHUAN ANAK
Anak-anak pada zaman sekarang memang berbeda dalam hal kritisnya dengan anak zaman dahulu. Rasa ingin tahu yang tinggi membuat anak-anak zaman sekarang menjadi lebih kritis. Namun hal kritis ini tidak lah bisa berjalan sendiri perlu perhatian orang tua untuk mengarahkannya. Tanpa pengarahan dari orang tua, tentu anak-anak akan mencoba hal-hal yang baru dikenalnya.
POLA ASUH ORANG TUA
Hal yang paling terpenting ialah pola asuh orang tua dalam memberi rambu-rambu bagi anaknya. Orang tua harus memberi pengarahan mana yang boleh atau tidak dengan mentode yang baik tentunya sehingga anak-anak mengerti. Dalam hal ini orang tua juga memberi pengarahan dalam hal tontonan anaknya. Selain itu juga orang tua harus mengarahkan kegiatan anak-ananknya sehingga dampak tontonan yang buruk bisa dihindari.
Ketiga hal ini dapat dikatakan sebagai pembeda antara anak zaman dahulu dengan anak-anak zaman sekarang jika dilihat dari segi tontonannya.
FENOMENA PELARANGAN DI MASA SEKARANG DAN DAMPAKNYA
Dengan melihat 3 faktor diatas tentu ada sedikit gambaran antara perbedaan anak-anak zaman sekarang dengan zaman dahulu. Dengan pelatrangan kartun di televisi malah tidak menyelesaikan masalah pada perkembangan anak, mungkin malah menambah parah.
Pada kenyataannya pernah terjadi mungkin sering terjadi di berbagai warnet, anak-anak kecil menonton beberapa anime, salah satunya ada juga yang menonton anime khusus dewasa seperti Hentai atau Ecchi. Mereka yang menonton pun menjadi akrab akan dunia dewasa, hal ini tentu diakibatkan tidak adanya tontonan yang sesuai dengan umur mereka, sehingga mereka pun mencari sendiri tontonan yang sesuai dengan umur mereka.
Pelarangan ini bisa diibaratkan sebagai bendungan rasa ingin tahu anak-anak akan tontonan sesuai dengan usianya, namun tanggul bendungan ini luber kemana-mana sehingga tak tertampung. Hal yang dominan ialah menjamurnya tontonan yang dinilai tidak sesuai dengan umurnya serta keacuhan orang tua pada tontonan anaknya.
KETIMPANGAN TONTONAN ANAK DENGAN SINETRON PERCINTAAN
Pada zaman sekarang tidak dapat dielakan bahwa pertumbuhan sinetron-sinetron di layar kaca menjadi tumbuh subur. Sinetron yang pada mulanya hanya bercerita mengenai kehidupan dewasa atau pernikahan, sekarang sudah merambah pada kehidupan remaja yang dibumbui oleh percintaan. Namun jalan cinta sinetron remaja yang dibumbui percintaan ini tidak lagi relevan dengan dunia remaja, namun sudah mengarah pada kehidupan percintaan dewasa.
Dapat kita lihat di salah satu sinetron remaja dimana banyak terjadi adegan berpelukan dan perilaku percintaan dewasa lainnya dengan menggunakan seragam almamater sekolah. Dari beberapa adegan tersebut mengajarkan memperjuangkan cinta hingga mati walau belum ada hubungan apapun. Padahal dalam kehidupan remaja hubungan antar lawan jenis hanya berupa pada hubungan motivasi untuk meningkatkan prestasi, bukan memperjuangkan cinta hingga mati dan minim edukasi.
Tumbuhnya sinetron remaja ini sangat berbanding terbalik pada tontonan sehat bagi anak-anak. Pada saat ini hanya beberapa televisi yang menayangkan program-program edukasi bagi anak. Namun program anak ini belum bisa menandingi rating dari sinetron remaja. Terlebih sinetron remaja ini ditayangkan pada waktu Prime Time pada saat anak-anak harus belajar.
SOLUSI FENOMENA INI
Dari fenomena ini balik lagi pada pola asuh dan pengawasan orang tua. Peran sosialisasi pertama dan terbesar ialah berasal dari orang tua. Apabila pola asuh orang tua sudah melonggar dan sudah mulai cuek pada apa yang dilakukan oleh anaknya, maka tinggal tunggu waktu anaknya menjadi seseorang yang tidak diharapkan oleh orang tuanya.
Banyak yang berpendapat bahwa anak-anak pada zaman sekarang tidak bisa diberi pendidikan yang tegas dari orang tuanya. Namun hal ini malah menjadi senjata makan tuan bagi orang tua. Anak-anak harus diberi pendidikan yang tegas semenjak dari kecil, namun tidak boleh menggunakan cara kekerasan dalam mendidik karena akan mengganggu psikologis anak-anak dimasa mendatang.
Peran pengawasan orang tua terhadap tontonan anak juga haruslah diterapkan, pilih tontonan mana yang diperbolehkan sesuai dengan perkembangan anak, mana tontonan yang tidak baik untuk anak-anak. Dalam hal ini tidak semua kartun tidak baik bagi anak-anak, namun awasi juga beberapa kartun yang tidak sesuai dengan perkembangan anak, baik di televisi maupun di media internet.
Orang tua juga jangan hanya memberikan pengawasan semata namun juga memberi arahan mana yang baik dan yang buruk
Untuk secara makro, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga jangan hanya mengelompokkan beberapa tontonan saja, namun juga beri pengawasan yang ketat pada beberapa program acara yang tayang pada waktu Prime Time sehingga tidak mengganggu waktu belajar anak-anak, dalam hal sinetron dan program acara lainnya. Pengawasan ini diharapkan jangan berupa teguran dan hukuman semata namun juga membuat format tayangan sinteron yang memiliki nilai moral dan norma bagi masyarakat.
Demikian artikel dibuat, mohon maaf apabila ada kesalahan kata. Artikel ini merupakan opini pribadi dari Admin karena melihat realitas tontonan Indonesia yang semakin buruk karena banyaknya tontonan yang tidak sesuai dengan kultur dan nilai Bangsa Indonesia.
Terimakasih telah menyimak!
sayang sekali jika kartun dilarang, tapi sinetron diperbanyak, sepertinya kebalik, seharusnya kartunnya diperbanyak :)
ReplyDeleteMenurut saya, jangan di hapus kartun" ini gan karena banyak sekali mengandung pengajaran yang baik tapi kadang memang ada yang buruk tapi yang buruk bisa di sensor kok :)
ReplyDelete,,,semakin hancur aja generasi muda Indonesia sekarang ini
ReplyDeletesaya kurang suka karton
ReplyDeleteAnak anak membutuhkan tontonan yang layak seperti kartun yang menghibur, bukan sinetron yang memperburuk perilaku anak anak
ReplyDeleteAnak anak membutuhkan tontonan yg menghibur.. Bukan malah sinetron yg gk layak malah ditonton..
ReplyDeleteAnime memang kadang ada yang mendidik dan menghibur dari sisi kelucuanya..
ReplyDeleteMenurut saya pribadi rugi juga kalau anime dilarang sob..
Mampir balik sob ke satriyoku